Thursday, June 17, 2010

Pengembangan Mesin Turbojet Kecil

Source: ITB Mesin turbojet merupakan mesin turbin dengan fluida kerja berupa gas yang digunakan untuk menghasilkan gaya dorong. Mesin ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu kompresor, ruang bakar dan turbin. Kompresor berfungsi menyediakan cukup udara bertekanan tinggi yang kemudian dibakar bersama-sama dengan bahan bakar di dalam ruang bakar. Gas panas bertekanan tinggi hasil pembakaran ini kemudian di ekspansikan melalui turbin. Turbin menyerap sebagian energi untuk memutar kompresor sedangkan sisanya dialirkan melalui nozzle. Distribusi penampang nozzle ini dibuat sedemikian rupa sehingga energi dalam bentuk tekanan dan panas berubah menjadi kecepatan. Kompresor dan turbin dihubungkan dengan sebuah poros sehingga kedua komponen ini berputar bersamaan pada putaran yang sama.


Sebagai langkah awal bagi pengembangan mesin turbin gas di ITB, Laboratorium Aerodinamika Teknik Penerbangan ITB bekerja sama dengan Laboratorium Motor Bakar dan Sistem Propulsi Teknik Mesin ITB melakukan perancangan dan pembuatan mesin turbojet kecil. Komponen inti mesin ini terdiri dari sebuah kompresor sentrifugal, ruang bakar tipe annular dan turbin aksial. Mesin turbojet kecil berdiameter 110 mm dengan panjang 265 mm ini dirancang untuk menghasilkan gaya dorong sebesar 24 N pada putaran 70.000 rpm. Dalam beberapa uji coba tercatat bahwa mesin ini menghasilkan gaya dorong 5 N pada putaran sekitar 25000 rpm.
Pada daya keluaran yang besar, karakteristik perbandingan daya terhadap berat dan daya terhadap ukuran yang lebih baik dari mesin piston menyebabkan mesin turbojet dan turbofan menjadi pilihan utama sebagai pendorong pesawat-pesawat berukuran besar atau pesawat-pesawat berkecepatan tinggi. Pada umumnya, perbandingan daya terhadap berat turun dengan turunnya ukuran mesin karena masalah aerodinamika kompresor dan turbin, namun demikian mesin turbojet kecil ini dapat digunakan sebagai pendorong pesawat-pesawat tanpa awak berukuran kecil.
Sebagai kelanjutan dari hasil penelitian ini, dalam waktu dekat akan dikembangkan mesin turbojet dengan ukuran lebih besar.

                                                       Impeller, ruang bakar dan rotor turbin

Pada daya keluaran yang besar, karakteristik perbandingan daya terhadap berat dan daya terhadap ukuran yang lebih baik dari mesin piston menyebabkan mesin turbojet dan turbofan menjadi pilihan utama sebagai pendorong pesawat-pesawat berukuran besar atau pesawat-pesawat berkecepatan tinggi. Pada umumnya, perbandingan daya terhadap berat turun dengan turunnya ukuran mesin karena masalah aerodinamika kompresor dan turbin, namun demikian mesin turbojet kecil ini dapat digunakan sebagai pendorong pesawat-pesawat tanpa awak berukuran kecil.
Sebagai kelanjutan dari hasil penelitian ini, dalam waktu dekat akan dikembangkan mesin turbojet dengan ukuran lebih besar

N250 Gatot Kaca

Pesawat N-250 adalah pesawat regional komuter turboprop rancangan asli IPTN (Sekarang PT DI, Indonesian Aerospace), Indonesia. Menggunakan kode N yang berarti Nusantara menunjukkan bahwa desain, produksi dan perhitungannya dikerjakan di Indonesia atau bahkan Nurtanio, yang merupakan pendiri dan perintis industri penerbangan di Indonesia. berbeda dengan pesawat sebelumnya seperti CN-235 dimana kode CN menunjukkan CASA-Nusantara atau CASA-Nurtanio, yang berarti pesawat itu dikerjakan secara patungan antara perusahaan CASA Spanyol dengan IPTN. Pesawat ini diberi nama gatotkoco (Gatotkaca).
Pesawat ini merupakan primadona IPTN dalam usaha merebut pasar di kelas 50-70 penumpang dengan keunggulan yang dimiliki di kelasnya (saat diluncurkan pada tahun 1995).

Menjadi bintang pameran pada saat Indonesian Air Show 1996 di Cengkareng. Namun akhirnya pesawat ini dihentikan produksinya setelah krisis ekonomi 1997. Rencananya program N-250 akan dibangun kembali oleh B.J. Habibie setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan perubahan di Indonesia yang dianggap demokratis. Namun untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan daya saing harga di pasar internasional, beberapa performa yang dimilikinya dikurangi seperti penurunan kapasitas mesin,dan direncanakan dihilangkannya Sistem fly-by wire.

Pertimbangan B.J. Habibie untuk memproduksi pesawat itu (sekalipun sekarang dia bukan direktur IPTN) adalah diantaranya karena salah satu pesawat saingannya Fokker F-50 sudah tidak diproduksi lagi sejak keluaran perdananya 1985, karena perusahaan industrinya, Fokker Aviation di Belanda dinyatakan gulung tikar pada tahun 1996.
Performa Pesawat
Berat dan Dimensi
* Rentang Sayap : 28 meter

* Panjang badan pesawat : 26,30 meter

* Tinggi : 8,37 meter

* Berat kosong : 13.665 kg

* Berat maksimum saat take-off (lepas landas) : 22.000 kg
(Meski mesin N 250 diturunkan kemampuannya, dimensi tidak akan diubah)
Sejarah
Rencana pengembangan N-250 pertama kali diungkap PT IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia, Indonesian Aerospace) pada Paris Air Show 1989. Pembuatan prototipe pesawat ini dengan teknologi fly by wire pertama di dunia dimulai pada tahun 1992.

Pesawat pertama (PA 1, 50 penumpang) terbang selama 55 menit pada tanggal 10 Agustus 1995. Sedangkan PA2 (N250-100,68 penumpang) sedang dalam proses pembuatan.
Saingan pesawat ini adalah ATR 42-500, Fokker F-50 dan Dash 8-300.
Pesawat ini menggunakan mesin turboprop 2439 KW dari Allison AE 2100 C buatan perusahaan Allison. Pesawat berbaling baling 6 bilah ini mampu terbang dengan kecepatan maksimal 610 km/jam (330 mil/jam) dan kecepatan ekonomis 555 km/jam yang merupakan kecepatan tertinggi di kelas turprop 50 penumpang.Ketinggian operasi 25.000 kaki (7620 meter) dengan daya jelajah 1480 km. (Pada pesawat baru, kapasitas mesin akan diturunkan yang akan menurunkan performa).

Kapal bersayap WiSE BPPT oleh PT Carita Boat Indonesia


SERANG, 23/2/2009 - Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal (depan) didampingi Direktur PT Carita Boat Indonesia (CBI) Budi Suchaeri meninjau tempat pembuatan Pesawat WiSE BPPT berbahan fiber glass di Bojanegara, Serang, Banten, Sabtu (23/2). Pesawat tersebut dibuat antara lain untuk memenuhi pesanan Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).



WiSE ( Wings In Surface Effect ) merupakan kapal bersayap yang dirancang sedemikian rupa yang dapat terbang di atas permukaan air.
Kecepatan kapal bersayap ini 4-9 kali lebih cepat dari kapal-kapal biasa dan penggunaan energi mampu menghemat bahan bakar sampai 40%. Kapal bersayap ini memiliki tiga tipe, yakni :

Tipe A; merupakan kapal bersayap yang tidak pernah lepas dari permukaan air.

Tipe B; merupakan kapal bersayap yang dapat terbang tidak lebih dari 150 meter di atas permukaan air.

Tipe C; merupakan kapal bersayap yang dapat terbang sebagaimana pesawat.

BPPT sementara ini mengembangkan dua tipe pertama yaitu Tipe A dan B. Saat ini, kapal bersayap ini berkapasitas optimum dengan kapasitas penumpang 8 orang dan tidak menutup kemungkinan untuk dapat menaikkan jumlah kapasitas penumpang. Selain untuk sarana transportasi, kapal bersayap ini juga dapat digunakan untuk patroli kelautan Indonesia dan kegiatan bisnis yang membutuhkan kecepatan pengiriman barang.
WiSE ini, menurut Menristek, untuk menghormati salah satu inovatornya almarhum Prof Dr Said D Jenie, Kepala BPPT yang wafat pada 11 Juli lalu. Said merupakan satu dari 100 inovator pilihan yang memiliki banyak rancangan.
"Contoh ini merupakan petunjuk bahwa pembangunan iptek telah menunjukkan kemajuan berarti," kata Menristek.
Menurut peneliti Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT Iskendar, WiSE merupakan suatu alternatif sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang kebanyakan merupakan daerah perairan dan kepulauan.
Kapal bersayap berpenumpang delapan orang ini, urainya, terbang di ketinggian sekitar dua meter di atas permukaan air dengan kecepatan maksimal 60 knott dengan lama penerbangan enam jam non stop.
WiSE memanfaatkan fenomena ground effect yaitu bantalan dinamik yang timbul ketika wahana terbang sangat rendah di atas permukaan, sehingga meningkatkan rasio daya angkat dan daya hambat yang menghasilkan efisiensi bahan bakar yang lebih baik daripada pesawat konvensional.
Keistimewaan kapal bersayap WiSE terletak kepada rancangan sayapnya dan pada bagian bawah kapal, bertopang pada teori aerodinamika dan hidrodinamika, dapat memampatkan udara sehingga membentuk bantalan udara. Dengan bantalan udara inilah, badan kapal akan terangkat dan terbang seperti pesawat.
Selain itu, WiSE memiliki kemampuan lepas landas dan mendarat di air sehingga hanya membutuhkan dermaga modifikasi untuk merapat dan memudahkan daerah pulau-pulau yang tak memiliki fasilitas udara, ujarnya.
"Prototipe WiSE Belibis SDJ A2B ini setelah di-roll out siap menjalani uji layar terbang yang akan dilaksanakan di Bojonegara, Teluk Banten," katanya.
Awalnya, uji model melalui aerodinamika dan uji mikro dilakukan di Surabaya. Lalu pembuatan prototipe dilakukan oleh Carita di Serpong dan di galangan kapal Carita di Bojonegara, Serang, Banten.
Selain hemat tenaga, WiSE unggul dalam banyak hal. Tak perlu dermaga khusus atau bandara untuk merapat dan mendarat. Perawatannya pun jauh lebih murah dari kapal laut atau pesawat.
"Kapal prototype ini cuma memakai mesin mobil buatan Chevrolet," kata Budi. Kapal ini membuat nyaman penumpang yang mengalami mabuk laut jika naik kapal laut, juga membuat nyaman penumpang yang takut ketinggian karena cuma terbang rendah.
Penggunaan kapal berteknologi WiSE ini tentu saja menghemat ongkos yang harus dikeluarkan penumpang dan waktu tempuh lebih cepat.
Dengan kecepatan melebihi 300 kilometer per jam, kapal bersayap bisa menjadi penghubung pulau-pulau terpencil atau kota-kota di pesisir yang sulit dijangkau transportasi darat. Menurut Budi, kapal WiSE yang pembuatannya juga melibatkan pakar aerodinamika Institut Teknologi Bandung ini memakai material komposit sehingga lebih ringan.
Pembuatan prototipe ini menguras dana sekitar Rp 10 miliar. Tapi, jika sudah diproduksi massal, harga jualnya bisa ditekan menjadi Rp 4 miliar per unitnya. Jauh lebih murah dari pesawat Cessna Caravan 14 penumpang yang dijual US$ 1,2 juta (Rp 11,2 miliar).
Kendati, belum memasuki tahap operasional, WiSE sudah dipesan kalangan instansi pemerintah,yaitu Pemda DKI Jakarta, Pemda Kepulauan Riau, Otorita Batam, serta Basarnas (Badan SAR Nasional).

BPPT Terus Kembangkan Motor Fuel Cell


02 November 2009
Jakarta- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) terus mengembangkan motor listrik berbasis "fuel cell" dengan bahan bakar hidrogen berkapasitas 500 Watt.

"Energi ini di masa depan akan jadi basis pergerakan dunia menggantikan minyak bumi, meski saat ini di berbagai negara tahapannya masih dalam bentuk riset, termasuk di Indonesia," kata Kepala BPPT Dr Marzan Aziz Iskandar di sela "International Conference on Fuel Cell and hydrogen Technology" di Jakarta. (28/10)
Marzan menjelaskan fuel cell merupakan teknologi ramah lingkungan yang hasil reaksinya selain listrik, yakni air murni dan panas, dengan demikian tidak mengeluarkan emisi gas buang berbahaya seperti NOx atau SOx dan tak menyumbang terhadap efek rumah kaca.

Selain bersih, fuel cell juga memiliki tingkat efisiensi yang tinggi terhadap konversi energi yakni 40-70 persen, di mana efisiensinya dari hidrogen ke listrik sebesar 55 persen jika dibandingkan dengan pembakaran minyak bumi menjadi panas yang hanya 20-25 persen.

Ditempat terpisah, Kepala Program Proyek Fuel Cell dari Pusat Teknologi Material BPPT Dr Eniya Listiani Dewi menjelaskan motor listrik fuel cell yang sedang dikembangkannya menggunakan bahan bakar dari hidrogen dengan konsumsi satu liter hidrogen untuk setiap 1km.

Sistem pengoperasiannya tanpa menggunakan baterai, lanjut Eniya. Motor listrik ini dilengkapi tangki sebesar termos yang memampatkan 740 liter hidrogen. Hidrogen ini kemudian diubah oleh fuel cell langsung menjadi energi listrik untuk menjalankan motor.

Eniya mengakui harga hidrogen saat ini diakuinya masih cukup mahal yaitu sekitar Rp 1 juta untuk 7.000 liter hidrogen. Namun ada juga yang menawarkan Rp 600 ribu dengan kualitas lebih rendah. Namun saat ini, Eniya mengakui komponen lokal dari teknologi fuel cell ini telah mencapai 80 persen, sisanya yaitu membran pengkatalisator pemecah atom hidrogen menjadi elektron dan proton masih diimport. Fuell cell selain diaplikasikan pada motor, juga diaplikasikan untuk keperluan listrik rumah tangga. Caranya dengan mengkombinasikan fotovoltaik atau energi surya, lanjut Eniya. (dew)

Menristek: SINas Iptek Dukung Pertumbuhan Ekonomi

14 Juni 2010
Menristek Suharna Surapranata menegaskan bahwa pembentukan Sistem Inovasi Nasional (SINas) tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk itu, perlu segera dibangun SINas yang berbasis pada Sistem Nasional Iptek agar kontribusi teknologi terhadap pembangunan nasional meningkat.
Penegasan tersebut disampaikan Suharna pada pelantikan pejabat eselon I di lingkungan Kemristek yang dilaksanakan di Jakarta, Senin (14/6).
Dikatakan, teknologi yang dikembangkan harus sinkron dengan permasalahan yang dihadapi industri dan kebutuhan nyata masyarakat dan negara,” kata Suharna pada pelantikan pejabat eselon I di lingkungan Kemristek yang dilaksanakan di Jakarta, Senin (14/6).
Selain itu, tambah Suharna, ada tiga hal lain juga perlu disiapkan untuk membangun SINas Iptek. Yakni memberikan rangsangan untuk tumbuh-kembang industri produsen dan/atau jasa berbasis teknologi nasional dan sesuai dengan permintaan pasar domestik; vitalisasi lembaga intermediasi untuk percepatan proses adopsi teknologi nasional oleh industri dalam negeri dan sebaliknya, juga arus informasi kebutuhan teknologi kepada pengembang teknologi; serta menyiapkan dukungan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum untuk memasilitasi, menstilmulasi dan mengakselerasi interaksi antar-aktor SINas.

Menurut laporan World Economic Forum, terpuruknya daya saing Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah lemahnya kebijakan pengembangan teknologi untuk menunjang peningkatan produktifitas.
Sedangkan dari sisi supply-side, permasalahan pembangunan Iptek bisa dilihat dari sudut pandang: kelembagaan, sumber daya, jaringan, relevansi dan produktivitas litbang, serta pendayagunaan Iptek.

Untuk itulah, kata Suharna, arah kebijakan Kementerian Riset dan Teknologi adalah menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitasi, dan menciptakan iklim yang kondusif guna terwujudnya SINas. Hal tersebut diwujudkan melalui lima pilar SINas, yakni Kelembagaan Iptek yang efektif, Sumberdaya Iptek yang kuat, Jaringan antar-kelembagaan Iptek yang saling memperkuat (mutualistik), Relevansi dan produktivitas Iptek yang tinggi, dan Pendayagunaan Iptek yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut, staf khusus Menteri Ristek bidang Ristek dan Teknologi Dr. Warsito menjelaskan, reorganisasi di lingkungan eselon I Kemristek disesuaikan dengan lima pilar SINas tersebut.
Pejabat eselon I yang dilantik adalah Dr. Mulyanto, M. Eng, sebagai Sekretaris Kemristek, Prof. Dr. Ir. Benyamin Lakitan, M.Sc sebagai Deputi Bidang Kelembagaan Iptek, Prof. H. Freedy Oermana Zen, M.S.Sc, D.Sc sebagai Deputi Bidang Sumber Daya Iptek, Prof. Dr. Syamsa Ardisasmita, DEA sebagai Deputi Bidang Jaringan Iptek, Dr. Teguh Rahadjo sebagai Deputi Bidang Relevansi dan Produktivitas Iptek, Dr. Ir. Idwan Suhardi sebagai Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek,
Sementara Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D., Sp. Mk dilantik sebagai Staf Ahli Bidang Kesehatan dan Obat, dan Dr. Ir. Engkos Koswara Natakusumah, M.Sc sebagai Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi, Komunikasi dan Transportasi. (dra)

Menristek: SINas Iptek Dukung Pertumbuhan Ekonomi

14 Juni 2010

Menristek Suharna Surapranata menegaskan bahwa pembentukan Sistem Inovasi Nasional (SINas) tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk itu, perlu segera dibangun SINas yang berbasis pada Sistem Nasional Iptek agar kontribusi teknologi terhadap pembangunan nasional meningkat.
Penegasan tersebut disampaikan Suharna pada pelantikan pejabat eselon I di lingkungan Kemristek yang dilaksanakan di Jakarta, Senin (14/6).
Dikatakan, teknologi yang dikembangkan harus sinkron dengan permasalahan yang dihadapi industri dan kebutuhan nyata masyarakat dan negara,” kata Suharna pada pelantikan pejabat eselon I di lingkungan Kemristek yang dilaksanakan di Jakarta, Senin (14/6).
Selain itu, tambah Suharna, ada tiga hal lain juga perlu disiapkan untuk membangun SINas Iptek. Yakni memberikan rangsangan untuk tumbuh-kembang industri produsen dan/atau jasa berbasis teknologi nasional dan sesuai dengan permintaan pasar domestik; vitalisasi lembaga intermediasi untuk percepatan proses adopsi teknologi nasional oleh industri dalam negeri dan sebaliknya, juga arus informasi kebutuhan teknologi kepada pengembang teknologi; serta menyiapkan dukungan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum untuk memasilitasi, menstilmulasi dan mengakselerasi interaksi antar-aktor SINas.
Menurut laporan World Economic Forum, terpuruknya daya saing Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah lemahnya kebijakan pengembangan teknologi untuk menunjang peningkatan produktifitas.
Sedangkan dari sisi supply-side, permasalahan pembangunan Iptek bisa dilihat dari sudut pandang: kelembagaan, sumber daya, jaringan, relevansi dan produktivitas litbang, serta pendayagunaan Iptek.
Untuk itulah, kata Suharna, arah kebijakan Kementerian Riset dan Teknologi adalah menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitasi, dan menciptakan iklim yang kondusif guna terwujudnya SINas. Hal tersebut diwujudkan melalui lima pilar SINas, yakni Kelembagaan Iptek yang efektif, Sumberdaya Iptek yang kuat, Jaringan antar-kelembagaan Iptek yang saling memperkuat (mutualistik), Relevansi dan produktivitas Iptek yang tinggi, dan Pendayagunaan Iptek yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut, staf khusus Menteri Ristek bidang Ristek dan Teknologi Dr. Warsito menjelaskan, reorganisasi di lingkungan eselon I Kemristek disesuaikan dengan lima pilar SINas tersebut.
Pejabat eselon I yang dilantik adalah Dr. Mulyanto, M. Eng, sebagai Sekretaris Kemristek, Prof. Dr. Ir. Benyamin Lakitan, M.Sc sebagai Deputi Bidang Kelembagaan Iptek, Prof. H. Freedy Oermana Zen, M.S.Sc, D.Sc sebagai Deputi Bidang Sumber Daya Iptek, Prof. Dr. Syamsa Ardisasmita, DEA sebagai Deputi Bidang Jaringan Iptek, Dr. Teguh Rahadjo sebagai Deputi Bidang Relevansi dan Produktivitas Iptek, Dr. Ir. Idwan Suhardi sebagai Deputi Bidang Pendayagunaan Iptek,
Sementara Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D., Sp. Mk dilantik sebagai Staf Ahli Bidang Kesehatan dan Obat, dan Dr. Ir. Engkos Koswara Natakusumah, M.Sc sebagai Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi, Komunikasi dan Transportasi. (dra)

Wednesday, June 16, 2010

BUMN Fund Bidik Pendanaan Rp 60 Triliun

Jumat, 11/06/2010 14:35 WIB

Jakarta - BUMN Fund yang akan mengelola saham-saham minoritas milik pemerintah bakal memiliki peluang untuk menarik pendanaan hingga Rp 60 triliun untuk dikucurkan ke BUMN-BUMN. Nilai BUMN Fund sendiri mencapai Rp 4,2 triliun.


"Dengan nilai saham sebesar itu, diperkirakan kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 20 triliun, maka BUMN Fund bisa meleverage pinjaman ke bank sebanyak Rp 40-60 triliun bagi BUMN lainnya," ujar Menteri BUMN Mustafa Abubakar di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (11/6/2010).
Kementerian BUMN berencana meresmikan BUMN Fund pada 30 Juni 2010. BUMN Fund ini akan mengumpulkan saham minoritas milik pemerintah untuk dikelola dan dijadikan pembiayaan bagi BUMN lainnya. Nilai saham minoritas pemerintah diperkirakan sebanyak Rp 4,2 triliun.

"Mudah-mudahan 30 Juni nanti akan dirilis berdirinya BUMN Fund," kata
Ia mengatakan, BUMN Fund ini dibentuk untuk memberikan alternatif pembiayaan dalam rangka penyehatan perusahaan pelat merah. Nilai saham minoritas pemerintah yang akan dikelola BUMN Fund diperkirakan sebanyak Rp 4,2 triliun.
"Nanti BUMN yang butuh dana tinggal minta ke BUMN Fund. Jadi BUMN punya instrumen untuk dapat mengatasi kebutuhan modal dan lebih mudah daripada minta ke bank," ujarnya.
Menurutnya, usulan ini datang dari beberapa BUMN yang berada di bawah Deputi Kementerian BUMN Bidang Pertambangan Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi (PISET) Sahala Lumban Gaol.
Mustafa menambahkan, BUMN Fund ini akan berada langsung di PT Danareksa (Persero).